Wanita Muslim Wajib Berpendidikan

Berikut ini adalah artikel mengenai kewajiban bagi  wanita muslimah untuk memperoleh pendidikan dan menjadi pintar juga menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Tidak seperti anggapan umum non Muslim bahwa Islam memberangus hak-hak wanita untuk peroleh pendidikan layak sama seperti lelaki.

Yang padahal Islam sangat merekomendasikan agar wanita berpendidikan, seperti yang teredaksi dalam hadis Nabi SAW, dan pada kesempatan ini saya ingin berbagi sebuah artikel yang pernah saya tulis sekitar 3 tahun lalu di blog saya yang lain, inilah dia dan silahkan di baca dan semoga bermanfaat:

Dalam agama Islam pendidikan bukan Cuma sebagai hak, namun kewajiban bagi wanita dan pria.

Nabi Muhammad saw berkata,”Mencari ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim.” (Diriwayatkan dalam Al-Bayhaqi dan Ibn-Majah, dikutip oleh M.S. Afifi, Al-Mar’ah Wa Huququha Fil-Islam (dalam bahasa Arab), Maktabat Al-Nahdhah, Kairo, Mesir, 1988, h. 71.)

Kata dari “Muslim” adalah inklusif bagi pria dan wanita.

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Qur’an, 9:71)

Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain….(Qur’an, 3:195)

Pembukaan:

Adalah kewajiban bagi wanita untuk memperoleh pendidikan ilmu agama seperti shalat, puasa, zakat, haji, sebagaimana kewajiban untuk berdagang dan bertransaksi. Jika suaminya tidak mampu untuk memberikan padanya ilmu tersebut, maka wanita tersebut menurut Islam wajib untuk mencarinya.

Shaikh Usman dan Fodio, seorang guru terkenal dari Nigeria mengatakan dalam Irshad al-Ikhwan,”Jika sisuami tidak mengizinkannya, maka si istri dibolehkan keluar mencari ilmu tanpa seizinnya, dan tidak ada kesalahan baginya dan pula tidak dosa baginya karena itu. Peraturan ini seharusnya mendorong para suami agar mendukung istrinya dalam mencari ilmu, sewajib bagi suami untuk menafkahi keluarganya, sesungguhnya ilmu adalah utama (dan wajib dipelihara dan diamalkan)”.

Dalm Nur al-Albab, dia menyatakan bahwa para ulama yang menentang pendidikan bagi kaum wanita adalah para munafik dan “iblis-iblis bersama mereka”. Dia bertanya:”Bagaimana mereka dapat meninggalkan istri-istrinya, putri-putrinya dan para pembantunya dalam kebodohan yang gelap dan kesalahan disaat mereka mengajari murid-muridnya siang dan malam! Ini tidak lebih hanya sebuah sifat egois mereka, karena mereka mengajar murid-muridnya untuk pamer dan unjuk kebanggaan, Ini sungguh sebuah kesalahan besar.”

Lebih lanjut dalam buku yang sama dia mengatakan,”Oh kaum muslim! Jangan dengarkan mereka yang tersesat dan menyesatkan; yang berusaha untuk menipu kalian untuk mentaati suamimu, tanpa terlebih dahulu memintamu untuk mematuhi Allah SWT dan Rasulnya. Mereka berkata bahwa kebahagian wanita tergantung kepatuhannya kepada suami; mereka berkata begitu hanya ingin memuaskan egonya dan keinginannya kepada kalian. Mereka memaksakan kalian untuk melakukan hal yang Allah dan Rasulnya tidak pernah mewajibkanmu, seperti memaska, nyuci baju, dan hal-hal serupa.

Dalam kitab al-Irshad. Saykh Dan Fodia juga mengatakan bahwa kaum wanita wajib menuntut hak-hak mereka untuk memperoleh pendidikan. Wanita seperti pria, diciptakan dengan satu maksud, yaitu untuk menyembah Allah, yang hal itu mustahil tercapai tanpa ilmu yang benar. “Sudahkah kaum wanita menuntut hak-hak kepada suami mereka dalam urusan agama dan membawa kasusnya kepengadilan, dan menuntut agar suaminya mendidiknya dalam urusan agama dan memberikan izin kepada para istri keluar untuk belajar, ini seharusnya merupakan kewajiban bagi penegak hukum untuk memaksa para suami untuk meluluskan hal-hal tersebut sebagaimana kewajiban para suami untuk memberi nafkah dan hak-hak dunia lainnya, karena hak-hak keagamaan adalah paling utama dan dilebihkan.”

Beliau juga memberi pertanyaan dalam kitab al-Irshad: Menurut hukum, wanita harus mencari ilmu yang tidak didapatinya dari suami mereka; haruskah para ulama yang tidak dapat mengatur posisi duduk yang aman dimajlis taklimnya yang murid-muridny terdapat pria dan wanita kaluar ketempat terbuka dan mengajari Islam, karena mengetahui bahwa kaum wanita wajib hukum untuk belajar? Dia berkata,”Dia harus kelur, namun tetap dia harus mencegah campurny pria dan wanita, jika hal tersebut terjadi didepan kehadirannya, maka ia harus memisahkan pria disatu sisi dan wanita disisi yang lainnya.”

Maka wanita muslim mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan dari suaminya dan jika (karena tidak semua para suami adalah seorang ahli agama, dan tidak selalu tahu), diizinkan keluar untuk mencari ilmu! Dan ini diakui oleh hampir semua ulama terkemuka.

Ulama Muslim masa awal Mazhab Fiqh Maliki dalam buku Ibn al-Hajj menulis:

Jika seorang wanita menuntut haknya untuk belajar ilmu agama kepada suaminya dan membawa kasus tersebut kepada hakim, tuntutannya dibenarkan karena adalah haknya untuk dididik ilmu oleh suaminya atau mengizinkannya keluar mencari ilmu dimanapaun. Sang hakim harus memaksa suaminya untuk meluluskan tuntutan sang istri seperti kewajibannya untuk memenuhi kebutuhan materi sang istri, karena hak-hak istri dalam urusan agama adalah hal yang paling esensi dan paling utama.”